![]() |
Pembelajaran Kemampuan Berpikir Kritis |
oleh masari
Kajian
Kritis tentang Permasalahan Sekitar Pembelajaran Kemampuan Berpikir Kritis
Sudaryanto
Program Diploma Ilmu Pendidikan Kedokteran
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Program Diploma Ilmu Pendidikan Kedokteran
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Pendahuluan
Ilmu
kedokteran merupakan bidang ilmu terapan, dimana pengetahuan yang kompleks
digunakan untuk memecahkan satu masalah yang sama. Hal ini berbeda dengan ilmu
murni dimana pengetahuan dan masalah yang dicari pemecahannya bersifat
horisontal. Proses berpikir logis lebih tepat digunakan pada penelitian ilmu
murni, sedangkan masalah di kedokteran menggunakan proses berpikir yang lebih
luas yaitu rasional dan obyektif. Proses berpikir rasional dan obyektif dikenal
dengan istilah berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan kunci utama
keberhasilan dalam menyelesaikan masalah klinis sebagai prerequisite dari
kompetensi clinical reasoning.
Clinical reasoning tidak hanya ditentukan dari proses yang digunakan oleh seorang
dokter untuk menentukan keputusan klinik, melainkan dari pemahaman individu
terhadap materi pengetahuan dan pengorganisasian pengetahuan. Pemahaman
individu terhadap materi pengetahuan ditentukan oleh cara yang digunakan untuk
memperoleh pengetahuan. Pengetahuan yang didapatkan melalui proses berpikir kritis
mempunyai tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Mahasiswa kedokteran seharusnya
mengoleksi pengetahuan dengan kualitas pemahaman yang lebih baik. Hal ini
memerlukan pengajaran yang menggunakan strategi perpikir kritis terhadap semua
pokok bahasan di kedokteran.
Pada
prakteknya penerapan proses belajar mengajar kurang mendorong pada pencapaian
kemampuan berpikir kritis. Dua faktor penyebab berpikir kritis tidak berkembang
selama pendidikan adalah kurikulum yang umumnya dirancang dengan target materi
yang luas sehingga dosen lebih terfokus pada penyelesaian materi dan kurangnya
pemahaman dosen tentang metode pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis (Anderson et al., 1997; Bloomer, 1998; Kember, 1997 Cit in
Pithers RT, Soden R., 2000).
Tulisan
ini bertujuan memberikan kajian tentang permasalahan cara belajar berpikir
kritis terhadap pokok bahasan di kedokteran, serta panduan dalam program
pengembangan staf yang memberikan perhatian untuk membantu siswa menjadi
seorang yang mampu berpikir kritis.
Ketrampilan Intelektual dan
Perkembangan Kognitif
Pendekatan
belajar yang diperlukan dalam meningkatkan pemahaman terhadap materi yang
dipelajari dipengaruhi oleh perkembangan proses mental yang digunakan dalam
berpikir (perkembangan kognitif) dan konsep yang digunakan dalam belajar.
Perkembangan merupakan proses perubahan yang terjadi sepanjang waktu ke arah
positif. Jadi perkembangan kognitif dalam pendidikan merupakan proses yang
harus difasilitasi dan dievaluasi pada diri mahasiswa sepanjang waktu mereka
menempuh pendidikan termasuk kemampuan berpikir kritis. Rath et al (1966)
menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan
kemampuan berpikir kritis adalah interaksi antara pengajar dan siswa. Mahasiswa
memerlukan suasana akademik yang memberikan kebebasan dan rasa aman bagi siswa
untuk mengekspresikan pendapat dan keputusannya selama berpartisipasi dalam
kegiatan pembelajaran.
Salah
satu komponen berpikir kritis yang perlu dikembangkan adalah ketrampilan
intelektual. Ketrampilan intelektual merupakan seperangkat ketrampilan yang
mengatur proses yang terjadi dalam benak seseorang. Berbagai jenis ketrampilan
dapat dimasukkan sebagai ketrampilan intelektual yang menjadi kompetensi yang
akan dicapai pada pogram pengajaran. Ketrampilan tersebut perlu diidentifikasi
untuk dimasukkan baik sebagai kompetensi yang ingin dicapai maupun menjadi
pertimbangan dalam menentukan proses pengajaran.
Bloom mengelompokkan ketrampilan
intelektual dari ketrampilan yang sederhana sampai yang kompleks antara lain
pengetahuan/pengenalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Ketrampilan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi pada taksonomi Bloom
merupakan ketrampilan pada tingkat yang lebih tinggi (Higher Order
Thinking) (Cotton K.,1991). Kesepakatan yang diperoleh dari hasil
lokakarya American Philosophical Association (APA, 1990) tentang komponen
ketrampilan intelektual yang diperlukan pada berpikir kritis antara lain interpretation, analysis, evaluation, inference,
explanation, dan self
regulation(Duldt-Battey BW, 1997).
Masing-masing
komponen tersebut merupakan kompetensi yang perlu disusun dan disepakati oleh
para dosen tentang perilaku apa saja yang seharusnya dapat ditunjukkan oleh
mahasiswa pada tiap-tiap komponen di tiap-tiap tingkat sepanjang program
pendidikan.
Strategi pembelajaran berpikir kritis
Kember
(1997) menyatakan bahwa kurangnya pemahaman pengajar tentang berpikir kritis
menyebabkan adanya kecenderungan untuk tidak mengajarkan atau melakukan
penilaian ketrampilan berpikir pada siswa. Seringkali pengajaran berpikir
kritis diartikan sebagai problem solving, meskipun kemampuan memecahkan masalah
merupakan sebagian dari kemampuan berpikir kritis (Pithers RT, Soden R., 2000).
Review
yang dilakukan dari 56 literatur tentang strategi pengajaran ketrampilan
berpikir pada berbagai bidang studi pada siswa sekolah dasar dan menengah
menyimpulkan bahwa beberapa strategi pengajaran seperti strategi pengajaran
kelas dengan diskusi yang menggunakan pendekatan pengulangan, pengayaan
terhadap materi, memberikan pertanyaan yang memerlukan jawaban pada tingkat
berpikir yang lebih tinggi, memberikan waktu siswa berpikir sebelum memberikan
jawaban dilaporkan membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir. Dari
sejumlah strategi tersebut, yang paling baik adalah mengkombinasikan berbagai
strategi. Faktor yang menentukan keberhasilan program pengajaran ketrampilan
berpikir adalah pelatihan untuk para pengajar. Pelatihan saja tidak akan
berpengaruh terhadap peningkatan ketrampilan berpikir jika penerapannya tidak
sesuai dengan harapan yang diinginkan, tidak disertai dukungan administrasi
yang memadai, serta program yang dijalankan tidak sesuai dengan populasi siswa
(Cotton K., 1991).
Penulis
menilai strategi belajar kelas lebih sesuai pada pengajaran tingkat dasar dan
menengah seperti hasil-hasil penelitian yang dilaporkan pada artikel tersebut.
Pada pendidikan tingkat lanjut mahasiswa dipersiapkan untuk dapat belajar lebih
mandiri sebagai modal yang diperlukan pada saat bekerja. Artikel tersebut juga
melaporkan bahwa strategi pengajaran yang diarahkan melalui komputer (CAI)
mempunyai hubungan positif terhadap perkembangan intelektual dan pencapaian
prestasi. Strategi tersebut dapat menjadi pilihan dalam pendidikan tinggi,
sehingga mahasiswa dapat mengatur cara belajarnya secara mandiri.
Strategi
pengajaran berpikir kritis pada program sarjana kedokteran yang dilakukan di
Melaka Manipal Medical College India adalah dengan memberikan penilaian
menggunakan pertanyaan yang memerlukan ketrampilan berpikir pada level yang
lebih tinggi dan belajar ilmu dasar menggunakan kasus klinik untuk mata kuliah
yang sudah terintegrasi menggunakan blok yang berbasis pada sistem organ.
Setelah kuliah pendahuluan, mahasiswa diberikan kasus klinik serta sejumlah
pertanyaan yang harus dijawab beserta alasan sebagai penugasan. Jawaban
didiskusikan pada pertemuan berikutnya untuk meluruskan adanya kesalahan konsep
dan memperjelas materi yang belum dipahami oleh mahasiswa. Hasilnya menunjukkan
bahwa mahasiswa pada program tersebut menunjukkan prestasi yang lebih baik
dalam mengerjakan soal-soal hapalan maupun soal yang menuntut jawaban yang
memerlukan telaah yang lebih dalam. Mahasiswa juga termotivasi untuk belajar
(Abraham RR., et al., 2004).
Penelitian
tersebut membuktikan dua hal dalam pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis, yaitu:
1.
Dengan menggunakan konteks yang
relevan seperti masalah klinik yang dipahami oleh mahasiswa dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis sekaligus meningkatkan prestasi akademisnya.
2.
Cara penilaian yang memerlukan telaah
yang lebih dalam, mendorong siswa untuk belajar secara lebih bermakna daripada
sekedar belajar untuk menghapal.
Artikel di atas menyatakan bahwa
pertanyaan diberikan setelah memperoleh kuliah pendahuluan konsep dasar dari
ilmu dasar yang dipelajari. Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang diberikan
telah disusun oleh dosen dengan konsep yang jelas sehingga tidak memberikan
pengalaman bagi mahasiswa untuk menentukan informasi yang diperlukan untuk
membangun konsep sendiri. Sedangkan salah satu karakter seorang yang berpikir
kritis adalah self regulatory, sehingga pengajaran tersebut dapat
dikombinasikan dengan strategi lain agar mahasiswa dapat menentukan informasi
secara mandiri. Artikel tersebut juga tidak menjelaskan bagaimana proses
diskusi yang dilakukan pada kelas besar, sehingga setiap mahasiswa memperoleh
kesempatan untuk menyampaikan argumentasi dari jawaban pertanyaan yang
diberikan. Penulis beranggapan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong
siswa untuk berpikir kritis dapat dimasukkan ke dalam study guide sebagai salah satu sumber belajar
ketika mahasiswa dalam belajar mandiri pada strategi Problem Based Learning.
Pembelajaran
kolaboratif melalui diskusi kelompok kecil juga direkomendasikan sebagai
strategi yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Resnick L., 1990;
Rimiene V., 2002; Gokhale A.A., 2005). Dengan berdiskusi siswa mendapat
kesempatan untuk mengklarifikasi pemahamannya dan mengevaluasi pemahaman siswa
lain, mengobservasi strategi berpikir dari orang lain untuk dijadikan panutan,
membantu siswa lain yang kurang untuk membangun pemahaman, meningkatkan
motivasi, serta membentuk sikap yang diperlukan seperti menerima kritik dan
menyampaikan kritik dengan cara yang santun.
Evaluasi kemampuan berpikir kritis
Evaluasi
merupakan proses pengukuran pencapaian tujuan yang diinginkan dengan
menggunakan metode yang teruji validitas dan reliabilitasnya. Beberapa
penelitian mengevaluasi kemampuan berpikir kritis dari aspek ketrampilan
intelektual seperti ketrampilan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi
dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang berbasis taxonomi Bloom1,3.
Sedangkan tujuan pengajaran berpikir kritis meliputi ketrampilan dan strategi
kognitif, serta sikap.
Colucciello
menggabungkan berbagai elemen yang digunakan dalam penelitian dan komponen
pemecahan masalah keperawatan serta kriteria yang digunakan dengan komponen
ketrampilan dan sikap berpikir kritis. Elemen tersebut antara lain menentukan
tujuan, menyusun pertanyaan atau membuat kerangka masalah, menunjukkan bukti,
menganalisis konsep, interpretasi, asumsi, perspektif yang digunakan,
keterlibatan, dan kesesuaian. Dengan kriteria antara lain: kejelasan,
ketepatan, ketelitian, keterkaitan, keluasan, kedalaman, dan logikal2.
Dia juga membandingkan dengan inventory yang sudah ada seperti California
Critical Thinking Test (CCTT) untuk mengevaluasi ketrampilan berpikir kritis
dan Critical Thinking Disposition Inventory (CTDI) untuk mengevaluasi sikap
berpikir kritis2.
Evaluasi
juga menilai kesesuaian rencana dengan penerapan di lapangan (evaluasi proses)
yang termasuk di dalamnya adalah mengevaluasi budaya akademik dalam kelas dan
budaya akademik dalam fakultas yang dilakukan secara sistematis baik oleh dosen
maupun administrator yang dinyatakan oleh Orr and Klein, 19914.
Penilaian mahasiswa terhadap dosen dapat menggunakan berbagai karakteristik
sikap yang menghambat atau mendorong kemampuan berpikir kritis yang telah
dibahas sebelumnya.
Kesimpulan
Strategi
pengajaran yang mendorong mahasiswa berpikir kritis terhadap pokok bahasan di
kedokteran dapat menggunakan berbagai strategi pengajaran yang menggunakan
pendekatan di bawah ini:
·
Pembelajaran Aktif
·
Pembelajaran Kolaboratif
·
Pembelajaran Kontekstual
·
Menggunakan pendekatan higher order
thinking
·
Self directed learning
Kombinasi
dari berbagai strategi di lebih dianjurkan oleh karena dapat mencapai berbagai
aspek dari komponen berpikir kritis. Teknologi pengajaran yang menerapkan
kombinasi dari berbagai strategi yang ada saat ini misalnya Problem Based
Learning (PBL). Fakultas Kedokteran perlu mengembangkan strategi pengajaran
tersebut dalam pengajaran agar mahasiswa dapat belajar materi kedokteran
melalui proses berpikir kritis. Dengan demikian mahasiswa dapat memberi makna
yang lebih dalam (bukan sekedar mendapat materi yang dalam) dari materi yang
dipelajari. Pemahaman terhadap makna pokok bahasan yang dipelajari mempunyai
hubungan dengan kemampuan clinical reasoning sebagai kompetensi seorang dokter.
Semua itu tergantung Pilihan¹Dan Niat Masing Masing»¥c
0 komentar :
Posting Komentar