![]() |
Teori Belajar Berpikir Kritis |
A. PENDAHULUAN
Berpikir kritis adalah suatu aktifitas kognitif
yang berkaitab dengan penggunaan nalar. Belajar untuk berpikir kritis berarti
menggunakan proses-proses mental, seperti memperhatikan, mengkategorikan,
seleksi, dan menilai/memutuskan.
Kemampuan dalam berpikir kritis memberikan arahan yang tepat dalam berpikir dan
bekerja, dan membantu dalam menentukan keterkaitan sesuatu dengan yang lainnya
dengan lebih akurat. Oleh sebab itu kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan
dalam pemecahan masalah / pencarian solusi, dan pengelolaan proyek.Pengembangan
kemampuan berpikir kritis merupakan integrasi beberapa bagian pengembangan
kemampuan, seperti pengamatan (observasi), analisis, penalaran, penilaian,
pengambilan keputusan, dan persuasi. Semakin baik pengembangan
kemampuan-kemampuan ini, maka kita akan semakin dapat mengatasi
masalah-masalah/proyek komplek dan dengan hasil yang memuaskan.
Berpikir kritis meliputi
aktivitas-aktivitas:
1. Memperhatikan detil secara menyeluruh
2. Identifikasi kecenderungan dan pola, seperti memetakan informasi,
identifikasi kesamaan dan ketidaksamaan, dll
3. Mengulangi pengamatan untuk memastikan tidak ada yang terlewatkan
4. Melihat informasi yang didapat dari berbagai sudut pandang
5. Memilih solusi-solusi yang lebih disukai secara obyektif
6. Mempertimbangkan dampak dan konsekuensi jangka panjang dari solusi yang
dipilih
1. Memperhatikan detil secara menyeluruh
2. Identifikasi kecenderungan dan pola, seperti memetakan informasi,
identifikasi kesamaan dan ketidaksamaan, dll
3. Mengulangi pengamatan untuk memastikan tidak ada yang terlewatkan
4. Melihat informasi yang didapat dari berbagai sudut pandang
5. Memilih solusi-solusi yang lebih disukai secara obyektif
6. Mempertimbangkan dampak dan konsekuensi jangka panjang dari solusi yang
dipilih
Bagi siswa, berpikir kritis dapat
berarti:
1. Mencari dimana keberadaan bukti terbaik bagi subyek yang didiskusikan
2. Mengevaluasi kekuatan bukti untuk mendukung argumen-argumen yang berbeda
3. Menyimpulkan berdasarkan bukti-bukti yang telah ditentukan
4. Membangun penalaran yang dapat mengarahkan pendengar ke simpulan yang
telah ditetapkan berdasarkan pada bukti-bukti yang mendukungnya
5. Memilih contoh yang terbaik untuk lebih dapat menjelaskan makna dari
argumen yang akan disampaikan
6. Dan menyediakan bukti-bukti untuk mengilustrasikan argumen tersebut
1. Mencari dimana keberadaan bukti terbaik bagi subyek yang didiskusikan
2. Mengevaluasi kekuatan bukti untuk mendukung argumen-argumen yang berbeda
3. Menyimpulkan berdasarkan bukti-bukti yang telah ditentukan
4. Membangun penalaran yang dapat mengarahkan pendengar ke simpulan yang
telah ditetapkan berdasarkan pada bukti-bukti yang mendukungnya
5. Memilih contoh yang terbaik untuk lebih dapat menjelaskan makna dari
argumen yang akan disampaikan
6. Dan menyediakan bukti-bukti untuk mengilustrasikan argumen tersebut
B) PENJELASAN
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk
kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan
lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak
1942. Penelitian dan berbagai pendapat tentang hal itu, telah menjadi topik
pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir ini (Patrick, 2000:1). Definisi
berpikir kritis banyak dikemukakan para ahli.
Pada prakteknya penerapan proses belajar mengajar kurang mendorong pada pencapaian kemampuan berpikir kritis. Dua faktor penyebab berpikir kritis tidak berkembang selama pendidikan adalah kurikulum yang umumnya dirancang dengan target materi yang luas sehingga dosen lebih terfokus pada penyelesaian materi dan kurangnya pemahaman dosen tentang metode pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Anderson et al., 1997; Bloomer, 1998; Kember, 1997 Cit in Pithers RT, Soden R., 2000).
Pada prakteknya penerapan proses belajar mengajar kurang mendorong pada pencapaian kemampuan berpikir kritis. Dua faktor penyebab berpikir kritis tidak berkembang selama pendidikan adalah kurikulum yang umumnya dirancang dengan target materi yang luas sehingga dosen lebih terfokus pada penyelesaian materi dan kurangnya pemahaman dosen tentang metode pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Anderson et al., 1997; Bloomer, 1998; Kember, 1997 Cit in Pithers RT, Soden R., 2000).
Tulisan ini bertujuan memberikan kajian tentang
permasalahan cara belajar berpikir kritis terhadap pokok bahasan di
pendididkan, serta panduan dalam program pengembangan staf yang memberikan
perhatian untuk membantu siswa menjadi seorang yang mampu berpikir kritis.
Teori belajar berpikir
kritis harus memberatkan pada usaha peserta belajar untuk aktif menganalisis
dan memecahkan berbagai masalah yang ada disekitar mereka termasuk dalam proses
belajar mereka , namun teori tersebut memerlukan ketrampilan khusus untuk dapat
berpikir kritis,dibawah ini beberapa tahap dan ketrampilan yang harus
dikuasai peserta belajar agar dapat berpikir kritis.
C ) PENJABARAN
Setelah kita mengenal proses tahapan
berpikir kritis dalam penerapan metode berpikir kritis,selanjutnya kita harus
menguasai ketrampilan untuk berpikir kritis,masih terkait dengan tahapan
berpikir kritis yang telah kita pelajari sebelumnya.dibawah ini ketrampilan
yang harus dikuasai dalam penggunaan metode berpikir kritis.
a. Keterampilan Menganalisis
Keterampilan menganalisis merupakan suatu keterampilan
menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui
pengorganisasian struktur tersebut (http://www.uwsp/cognitif.htm.). Dalam
keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global
dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian
yang lebih kecil dan terperinci. Pertanyaan analisis, menghendaki agar pembaca
mengindentifikasi langkah-langkah logis yang digunakan dalam proses berpikir
hingga sampai pada sudut kesimpulan (Harjasujana, 1987: 44).
Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis, diantaranya: menguraikan, membuat diagram, mengidentifikasi, menggambarkan, menghubungkan, memerinci, dsb.
Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis, diantaranya: menguraikan, membuat diagram, mengidentifikasi, menggambarkan, menghubungkan, memerinci, dsb.
b. Keterampilan Mensintesis
Keterampilan mensintesis merupakan keterampilan yang
berlawanan dengan keteramplian menganallsis. Keterampilan mensintesis adalah
keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan
yang baru. Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadukan semua
informasi yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan
ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam bacaannya.
Pertanyaan sintesis ini memberi kesempatan untuk berpikir bebas terkontrol
(Harjasujana, 1987: 44).
c. Keterampilan Mengenal dan
Memecahkan Masalah
Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep
kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk
memahami bacaan dengan kritis sehinga setelah kegiatan membaca selesai siswa
mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah
konsep. Tujuan keterampilan ini bertujuan agar pembaca mampu memahami dan
menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru (Walker,
2001:15).
d. Keterampilan Menyimpulkan
Keterampilan menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran
manusia berdasarkan pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya, dapat
beranjak mencapai pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang baru yang lain
(Salam, 1988: 68). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa
keterampilan ini menuntut pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami berbagai
aspek secara bertahap agar sampai kepada suatu formula baru yaitu sebuah
simpulan. Proses pemikiran manusia itu sendiri, dapat menempuh dua cara, yaitu
: deduksi dan induksi. Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang
memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah
pemikiran atau pengetahuan yang baru.
e. Keterampilan Mengevaluasi atau Menilai
Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu (Harjasujana, 1987: 44).
Dalam taksonomi belajar, menurut Bloom, keterampilan mengevaluasi merupakan
tahap berpikir kognitif yang paling tinggi. Pada tahap ini siswa dituntut agar
ia mampu mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta
atau konsep.
Pengukuran indikator-indikator yang dikemukan oleh beberapa ahli di atas dapat dilakukan dengan menggunakan universal intellectual standars. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat
Pengukuran indikator-indikator yang dikemukan oleh beberapa ahli di atas dapat dilakukan dengan menggunakan universal intellectual standars. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat
Paul
(2000: 1) dan Scriven (2000: 1) yang menyatakan, bahwa pengukuran keterampilan
berpikir kritis dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan: "Sejauh
manakah siswa mampu
menerapkan
standar intelektual dalam kegiatan berpikirnya".
Universal inlellectual standars adalah standardisasi yang harus diaplikasikan dalam berpikir yang digunakan untuk mengecek kualitas pemikiran dalam merumuskan permasalahan, isu-isu, atau situasi-situasi tertentu. Berpikir kritis harus selalu mengacu dan berdasar kepada standar tersebut (Eider dan Paul, 2001: 1).
Berikut ini akan dijelaskan aspek-aspek tersebut.
Universal inlellectual standars adalah standardisasi yang harus diaplikasikan dalam berpikir yang digunakan untuk mengecek kualitas pemikiran dalam merumuskan permasalahan, isu-isu, atau situasi-situasi tertentu. Berpikir kritis harus selalu mengacu dan berdasar kepada standar tersebut (Eider dan Paul, 2001: 1).
Berikut ini akan dijelaskan aspek-aspek tersebut.
a. Clarity (Kejelasan)
Kejelasan merujuk kepada pertanyaan: "Dapatkah permasalahan yang rumit dirinci sampai tuntas?"; "Dapatkah dijelaskan permasalahan itu dengan cara yang lain?"; "Berikanlah ilustrasi dan contoh-contoh!".
Kejelasan merujuk kepada pertanyaan: "Dapatkah permasalahan yang rumit dirinci sampai tuntas?"; "Dapatkah dijelaskan permasalahan itu dengan cara yang lain?"; "Berikanlah ilustrasi dan contoh-contoh!".
Kejelasan
merupakan pondasi standardisasi. Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak dapat
membedakan apakah sesuatu itu akurat atau relevan. Apabila terdapat pernyataan
yang demikian, maka kita tidak akan dapat berbicara apapun, sebab kita tidak
memahami pernyataan tersebut.
Contoh, pertanyaan berikut tidak jelas: "Apa yang
harus dikerjakan pendidik dalam sistem pendidikan di Indonesia?" Agar
pertanyaan itu menjadi jelas, maka kita harus memahami betul apa yang
dipikirkan dalam masalah itu. Agar menjadi jelas, pertanyaan itu harus
diubah menjadi, "Apa yang harus dikerjakan oleh
pendidik untuk memastikan bahwa siswanya benar-benar telah mempelajari berbagai
keterampilan dan kemampuan untuk membantu berbagai hal agar mereka berhasil
dalam pekerjaannya dan mampu membuat keputusan dalam kehidupan
sehari-hari?".
b. Accuracy (keakuratan, ketelitian,
kesaksamaan)
Ketelitian atau kesaksamaan sebuah pernyataan dapat
ditelusuri melalui pertanyaan: "Apakah pernyataan itu kebenarannya dapat
dipertanggungjawabkan?"; "Bagaimana cara mengecek
kebenarannya?"; "Bagaimana menemukan kebenaran tersebut?"
Pernyataan dapat saja jelas, tetapi tidak akurat, seperti dalam penyataan
berikut, "Pada umumnya anjing berbobot lebih dari 300 pon".
c. Precision (ketepatan)
Ketepatan mengacu kepada perincian data-data pendukung
yang sangat mendetail. Pertanyaan ini dapat dijadikan panduan untuk mengecek
ketepatan sebuah pernyataan. "Apakah pernyataan yang diungkapkan sudah
sangat terurai?"; "Apakah pernyataan itu telah cukup spesifik?".
Sebuah pernyataan dapat saja mempunyai kejelasan dan ketelitian, tetapi tidak
tepat, misalnya "Aming sangat berat" (kita tidak mengetahui berapa
berat Aming, apakah satu pon atau 500 pon!)
d. Relevance (relevansi, keterkaitan)
Relevansi bermakna bahwa pernyataan atau jawaban yang
dikemukakan berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan. Penelusuran
keterkaitan dapat diungkap dengan mengajukan pertanyaan berikut:
"Bagaimana menghubungkan pernyataan atau respon dengan pertanyaan?";
"Bagaimana hal yang diungkapkan itu menunjang permasalahan?".
Permasalahan dapat saja jelas, teliti, dan tepat, tetapi tidak relevan dengan
permasalahan. Contohnya: siswa sering berpikir, usaha apa yang harus dilakukan
dalam belajar untuk meningkatkan kemampuannya. Bagaimana pun usaha tidak dapat
mengukur kualitas belajar siswa dan kapan hal tersebut terjadi, usaha tidak
relevan dengan ketepatan mereka dalam meningkatkan kemampuannya.
e. Depth (kedalaman)
Makna kedalaman diartikan sebagai jawaban yang dirumuskan
tertuju kepada pertanyaan dengan kompleks, Apakah permasalahan dalam pertanyaan
diuraikan sedemikian rupa? Apakah telah dihubungkan dengan faktor-faktor yang
signifikan terhadap pemecahan masalah? Sebuah pernyatan dapat saja memenuhi
persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, tetapi jawaban sangat
dangkal (kebalikan dari dalam). Misalnya terdapat ungkapan, "Katakan
tidak". Ungkapan tersebut biasa digunakan para remaja dalam rangka
penolakan terhadap obat-obatan terlarang (narkoba). Pernyataan tersebut cukup
jelas, akurat, tepat, relevan, tetapi sangat dangkal, sebab ungkapan tersebut
dapat ditafsirkan dengan bermacam-macam.
f. Breadth (keluasaan)
Keluasan sebuah pernyataan dapat ditelusuri dengan
pertanyaan berikut ini. Apakah pernyataan itu telah ditinjau dari berbagai
sudut pandang?; Apakah memerlukan tinjauan atau teori lain dalam merespon
pernyataan yang dirumuskan?; Menurut pandangan..; Seperti apakah pernyataan
tersebut menurut... Pernyataan yang diungkapkan dapat memenuhi persyaratan
kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, kedalaman, tetapi tidak cukup
luas. Seperti halnya kita mengajukan sebuah pendapat atau argumen menurut
pandangan seseorang tetapi hanya menyinggung salah satu saja dalam pertanyaan
yang diajukan.
g. Logic (logika)
Logika bertemali dengan hal-hal berikut: Apakah
pengertian telah disusun dengan konsep yang benar?; Apakah pernyataan yang
diungkapkan mempunyai tindak lanjutnya? Bagaimana tindak lanjutnya? Sebelum apa
yang dikatakan dan sesudahnya, bagaimana kedua hal tersebut benar adanya?
Ketika kita berpikir, kita akan dibawa kepada bermacam-macam pemikiran satu
sama lain. Ketika kita berpikir dengan berbagai kombinasi, satu sama lain
saling menunjang dan mendukung perumusan pernyataan dengan benar, maka kita
berpikir logis. Ketika berpikir dengan berbagai kombinasi dan satu sama lain
tidak saling mendukung atau bertolak belakang, maka hal tersebut tidak logis.
Strategi dan Hal yang berkaitan dengan
kemampuan berpikir kritis
1.Ketrampilan Intelektual dan Perkembangan Kognitif
Pendekatan belajar yang diperlukan
dalam meningkatkan pemahaman terhadap materi yang dipelajari dipengaruhi oleh
perkembangan proses mental yang digunakan dalam berpikir (perkembangan kognitif)
dan konsep yang digunakan dalam belajar. Perkembangan merupakan proses
perubahan yang terjadi sepanjang waktu ke arah positif. Jadi perkembangan
kognitif dalam pendidikan merupakan proses yang harus difasilitasi dan
dievaluasi pada diri mahasiswa sepanjang waktu mereka menempuh pendidikan
termasuk kemampuan berpikir kritis. Rath et al (1966) menyatakan bahwa salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kemampuan berpikir kritis
adalah interaksi antara pengajar dan siswa. Mahasiswa memerlukan suasana
akademik yang memberikan kebebasan dan rasa aman bagi siswa untuk
mengekspresikan pendapat dan keputusannya selama berpartisipasi dalam kegiatan
pembelajaran.
Bloom mengelompokkan ketrampilan
intelektual dari ketrampilan yang sederhana sampai yang kompleks antara lain
pengetahuan/pengenalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Ketrampilan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi pada taksonomi Bloom
merupakan ketrampilan pada tingkat yang lebih tinggi (Higher Order Thinking)
(Cotton K.,1991). Kesepakatan yang diperoleh dari hasil lokakarya American
Philosophical Association (APA, 1990) tentang komponen ketrampilan intelektual
yang diperlukan pada berpikir kritis antara lain interpretation, analysis,
evaluation, inference, explanation, dan self
regulation(Duldt-Battey BW, 1997).
Masing-masing komponen tersebut
merupakan kompetensi yang perlu disusun dan disepakati oleh para dosen tentang
perilaku apa saja yang seharusnya dapat ditunjukkan oleh mahasiswa pada
tiap-tiap komponen di tiap-tiap tingkat sepanjang program pendidikan.
Salah satu komponen berpikir kritis
yang perlu dikembangkan adalah ketrampilan intelektual. Ketrampilan intelektual
merupakan seperangkat ketrampilan yang mengatur proses yang terjadi dalam benak
seseorang. Berbagai jenis ketrampilan dapat dimasukkan sebagai ketrampilan
intelektual yang menjadi kompetensi yang akan dicapai pada pogram pengajaran.
Ketrampilan tersebut perlu diidentifikasi untuk dimasukkan baik sebagai
kompetensi yang ingin dicapai maupun menjadi pertimbangan dalam menentukan
proses pengajaran.
Bloom mengelompokkan ketrampilan
intelektual dari ketrampilan yang sederhana sampai yang kompleks antara lain
pengetahuan/pengenalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Ketrampilan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi pada taksonomi Bloom
merupakan ketrampilan pada tingkat yang lebih tinggi (Higher Order Thinking)
(Cotton K.,1991). Kesepakatan yang diperoleh dari hasil lokakarya American
Philosophical Association (APA, 1990) tentang komponen ketrampilan intelektual
yang diperlukan pada berpikir kritis antara lain interpretation, analysis,
evaluation, inference, explanation, dan self
regulation(Duldt-Battey BW, 1997).
Masing-masing komponen tersebut
merupakan kompetensi yang perlu disusun dan disepakati oleh para dosen tentang
perilaku apa saja yang seharusnya dapat ditunjukkan oleh mahasiswa pada
tiap-tiap komponen di tiap-tiap tingkat sepanjang program pendidikan.
2.Strategi
pembelajaran berpikir kritis
Kember (1997) menyatakan bahwa
kurangnya pemahaman pengajar tentang berpikir kritis menyebabkan adanya
kecenderungan untuk tidak mengajarkan atau melakukan penilaian ketrampilan
berpikir pada siswa. Seringkali pengajaran berpikir kritis diartikan sebagai
problem solving, meskipun kemampuan memecahkan masalah merupakan sebagian dari
kemampuan berpikir kritis (Pithers RT, Soden R., 2000).
Review yang dilakukan dari 56
literatur tentang strategi pengajaran ketrampilan berpikir pada berbagai bidang
studi pada siswa sekolah dasar dan menengah menyimpulkan bahwa beberapa
strategi pengajaran seperti strategi pengajaran kelas dengan diskusi yang
menggunakan pendekatan pengulangan, pengayaan terhadap materi, memberikan
pertanyaan yang memerlukan jawaban pada tingkat berpikir yang lebih tinggi, memberikan
waktu siswa berpikir sebelum memberikan jawaban dilaporkan membantu siswa dalam
mengembangkan kemampuan berpikir. Dari sejumlah strategi tersebut, yang paling
baik adalah mengkombinasikan berbagai strategi. Faktor yang menentukan
keberhasilan program pengajaran ketrampilan berpikir adalah pelatihan untuk
para pengajar. Pelatihan saja tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan
ketrampilan berpikir jika penerapannya tidak sesuai dengan harapan yang
diinginkan, tidak disertai dukungan administrasi yang memadai, serta program
yang dijalankan tidak sesuai dengan populasi siswa (Cotton K., 1991).
Penulis menilai strategi belajar
kelas lebih sesuai pada pengajaran tingkat dasar dan menengah seperti
hasil-hasil penelitian yang dilaporkan pada artikel tersebut. Pada pendidikan
tingkat lanjut mahasiswa dipersiapkan untuk dapat belajar lebih mandiri sebagai
modal yang diperlukan pada saat bekerja. Artikel tersebut juga melaporkan bahwa
strategi pengajaran yang diarahkan melalui komputer (CAI) mempunyai hubungan
positif terhadap perkembangan intelektual dan pencapaian prestasi. Strategi
tersebut dapat menjadi pilihan dalam pendidikan tinggi, sehingga mahasiswa
dapat mengatur cara belajarnya secara mandiri
Strategi pengajaran berpikir kritis padamahasiswa dapat dilakukan dengan cara
memberikan penilaian menggunakan pertanyaan yang memerlukan ketrampilan
berpikir pada level yang lebih tinggi dan belajar ilmu dasar menggunakan kasus
yang ada pada lingkungan pada pokok bahasan mata kuliah . Setelah kuliah
pendahuluan, mahasiswa diberikan kasus serta sejumlah pertanyaan yang harus
dijawab beserta alasan sebagai penugasan. Jawaban didiskusikan pada pertemuan
berikutnya untuk meluruskan adanya kesalahan konsep dan memperjelas materi yang
belum dipahami oleh mahasiswa. Hasilnya menunjukkan bahwa mahasiswa pada
program tersebut menunjukkan prestasi yang lebih baik dalam mengerjakan
soal-soal hapalan maupun soal yang menuntut jawaban yang memerlukan telaah yang
lebih dalam. Mahasiswa juga termotivasi untuk belajar.
Strategi pengajaran yang
seperti itu dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, yaitu:
1.
Dengan menggunakan konteks yang relevan seperti masalah yang ada pada
materi perkuliahan yang dipahami oleh mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis sekaligus meningkatkan prestasi akademisnya.
2.
Cara penilaian yang memerlukan telaah yang lebih dalam, mendorong siswa
untuk belajar secara lebih bermakna daripada sekedar belajar untuk menghapal
Tulisan di atas menyatakan bahwa pertanyaan diberikan setelah memperoleh kuliah
pendahuluan konsep dasar dari ilmu dasar yang dipelajari. Hal ini menunjukkan
bahwa informasi yang diberikan telah disusun oleh dosen dengan konsep yang
jelas sehingga tidak memberikan pengalaman bagi mahasiswa untuk menentukan
informasi yang diperlukan
untuk membangun konsep sendiri. Sedangkan salah satu
karakter seorang yang berpikir kritis adalah self regulatory, sehingga
pengajaran tersebut dapat dikombinasikan dengan strategi
lain agar mahasiswa dapat menentukan informasi secara
mandiri. Hal tersebut juga tidak menjelaskan bagaimana proses diskusi yang
dilakukan pada kelas besar, sehingga setiap mahasiswa memperoleh kesempatan
untuk menyampaikan argumentasi dari jawaban pertanyaan yang diberikan. Penulis
beranggapan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk
berpikir kritis dapat dimasukkan ke dalam study
guide sebagai salah satu
sumber belajar ketika mahasiswa dalam belajar mandiri pada strategi Problem
Based Learning.
Pembelajaran kolaboratif melalui
diskusi kelompok kecil juga direkomendasikan sebagai strategi yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Resnick L., 1990; Rimiene V., 2002;
Gokhale A.A., 2005). Dengan berdiskusi siswa mendapat kesempatan untuk
mengklarifikasi pemahamannya dan mengevaluasi pemahaman siswa lain,
mengobservasi strategi berpikir dari orang lain untuk dijadikan panutan,
membantu siswa lain yang kurang untuk membangun pemahaman, meningkatkan
motivasi, serta membentuk sikap yang diperlukan seperti menerima kritik dan
menyampaikan kritik dengan cara yang santun.
3.Evaluasi kemampuan berpikir
kritis
Evaluasi merupakan proses pengukuran
pencapaian tujuan yang diinginkan dengan menggunakan metode yang teruji
validitas dan reliabilitasnya. Beberapa penelitian mengevaluasi kemampuan
berpikir kritis dari aspek ketrampilan intelektual seperti ketrampilan
menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi dengan menggunakan
pertanyaan-pertanyaan yang berbasis taxonomi Bloom1,3. Sedangkan
tujuan pengajaran berpikir kritis meliputi ketrampilan dan strategi kognitif,
serta sikap.
Colucciello menggabungkan berbagai
elemen yang digunakan dalam penelitian dan komponen pemecahan masalah
keperawatan serta kriteria yang digunakan dengan komponen ketrampilan dan sikap
berpikir kritis. Elemen tersebut antara lain menentukan tujuan, menyusun
pertanyaan atau membuat kerangka masalah, menunjukkan bukti, menganalisis
konsep, interpretasi, asumsi, perspektif yang digunakan, keterlibatan, dan
kesesuaian. Dengan kriteria antara lain: kejelasan, ketepatan, ketelitian,
keterkaitan, keluasan, kedalaman, dan logikal2. Dia juga
membandingkan dengan inventory yang sudah ada seperti California Critical
Thinking Test (CCTT) untuk mengevaluasi ketrampilan berpikir kritis dan
Critical Thinking Disposition Inventory (CTDI) untuk mengevaluasi sikap
berpikir kritis2.
Evaluasi juga menilai kesesuaian
rencana dengan penerapan di lapangan (evaluasi proses) yang termasuk di
dalamnya adalah mengevaluasi budaya akademik dalam kelas dan budaya akademik
dalam fakultas yang dilakukan secara sistematis baik oleh dosen maupun
administrator yang dinyatakan oleh Orr and Klein, 19914. Penilaian
mahasiswa terhadap dosen dapat menggunakan berbagai karakteristik sikap yang
menghambat atau mendorong kemampuan berpikir kritis yang telah dibahas
sebelumnya.
Strategi pengajaran yang mendorong
mahasiswa berpikir kritis terhadap pokok bahasan pada perkuliahan dapat
menggunakan berbagai strategi pengajaran yang menggunakan pendekatan di bawah
ini:
·
Pembelajaran Aktif
·
Pembelajaran Kolaboratif
·
Pembelajaran Kontekstual
·
Menggunakan pendekatan higher order thinking
·
Self directed learning
Kombinasi dari berbagai strategi di
lebih dianjurkan oleh karena dapat mencapai berbagai aspek dari komponen
berpikir kritis. Teknologi pengajaran yang menerapkan kombinasi dari berbagai
strategi yang ada saat ini misalnya Problem Based Learning (PBL).
D ) PENUTUP
SIMPULAN
Janganlah membuat asumsi secara berlebihan, dengan kata lain: jangan memperumit
masalah anda. Berpikir kritis adalah sebuah proses yang tidak akan selesai.
Seseorang dapat mencapai sebuah kesimpulan tentatif berdasarkan evaluasi dari
informasi yang ada. Tetapi, jika ada informasi baru yang ditemukan maka proses
evaluasi harus dijalankan kembali.
Semua itu tergantung Pilihan¹Dan Niat Masing Masing»¥c
0 komentar :
Posting Komentar