![]() |
Tipologi Kesadaran Mahasiswa |
Oleh
Syihabul Muttaqin¯
a). Tipologi Kesadaran Mahasiswa Dan
Konstruksi Pemikiran Islam
Untuk mengkaji
pertualangan mahasiswa kita harus membuka cakrawala pengetahuan agar lebih
komprehensif, karena mahasiswa bukanlah fenomena yang sederhana dan mudah kita
pahami hanya dengan sebelah mata. Di tubuh mahasiswa terdapat pelapisan yang
cukup heterogen. Dimana dalam tubuh mahasiswa terdapat pelapisan dalam
membangun kesadaran berbangsa, berpolitik, dan beragama.
Ada tiga tipe kesadaran mahasiswa menurut
paulo freire yaitu mahasiswa Tenggelam,
Muncul, Terbuka. Yang penjelasannya sebagai berikut:
Pertama, mahasiswa tertutup dengan
kesadaran “tenggelam” mereka bergantung kepada masarakat sentral yang
memanipulasi. Ia membiarkan kaum elit, meminjam istilah netzche “tuhan yang
tampak” atau manusia superman dengan kehendak kuasanya memaksakan pola-pola
budaya dan agama mereka mengeksploitasi massa.
Tipe Mahasiswa seperti ini tidak pernah terangsang untuk berpartisipasi dalam
kehidupan social politik, social keagamaan, sehingga melahirkan budaya bisu.
kesadaran mahasiswa yang tenggelam melahirkan model pembacaan
tekstual-formalistik. Model Pembacaan ini memusat kepada teks, menjadikan teks
sebagai media representasi sang pengarang. Menjadikan sebuah kebenaran yang
tidak bisa disentuh oleh realitas diluar teks, inilah yang dalam analisis
wacana dinamakan “eksternalisasi teks” model ini melahirkan pemikiran keislaman
yang bersifat introver-strukturalistik.
Mahasiswa dengan kesadaran ini mengikuti arus pemikiran penguasa dalam
menafsirkan teks keislaman, sehingga dengan sikap ketertutupannya terhadap
dunia luar membuat mahasiswa itu sendiri terperangkap oleh “jaring-jaring
kuasa” yang telah mereduksi pesan tuhan dengan kepentingan personal sipembuat
teks. Model pembacaan ini menurut abide al jabiri adalah nalar bayani.
Kedua, mahasiswa retak kesadarannya mulai
“muncul”, ia tidak lagi bisu, ia mulai berpikir dan menyadari
ketergantungannya, namun mereka tidak bisa bersikap dan berbuat banyak sehingga
masih tetap berada dibawah kendali “kuda-kuda kuasa”. Model kesadaran mahasiswa
yang mulai muncul melahirkan model pembacaan tekstual pasif, dalam arti kata
membaca sebuah teks keislaman dengan rasa curiga terhadap sipembuat teks.
Mereka tahu bahwa dirinya sebenarnya dibelenggu oleh penafsir melalui
pemikirannya yang tertuang dalam teks yang dibacanya. namun mereka tidak berani
untuk melakukan pembacaan yang berbeda terhadap sebuah teks yang diragukan
keotentikannya, karena mereka meyakini bahwa dirinya tidak punya kekuasaan,
keberanian dan kekuatan untuk melampaui teks yang menjadi sasaran empuk untuk
ditafsirkan. Sehingga mereka tetap berada dalam belenggu penafsir. Tipe
mahasiswa ini tidak mampu berbuat apa-apa, mereka hanya memendam keinginan itu
sebagai bentuk kerja imajinasi yang bersifat utopis dan pada akhirnya untuk
menyalurkan keinginannya mereka menggunakan jalan lain untuk mencari islam
dengan kekuatan intuisi. Kekuatan ini dalam istilah abied al jabiri dinamakan
nalar irfani yang sering digunakan oleh orang sufi.
Ketiga, mahasiswa terbuka dengan
kesadaran kritis, mereka selalu bersikap kreatif dengan selalu curiga terhadap
karya orang lain khususnya “manusia superman”. Ia selalu menolak sesuatu yang
memaksa dirinya dan menghilangkan kesadarannya. Kesadaran mahasiswa kritis
melahirkan pembacaan kritis kontekstual yang memusat kepada pembaca dalam
menasirkan teks keislaman. Tipe mahasiswa ini meyakin bahwa dalam sebuah teks,
ada kekuatan ideology pengarang yang bersembunyi dibalik teks. Untuk
menghilangkan jejak pengarang, mereka keluar dari lingkaran kuasa sipembuat
teks dan menafsirkan teks sesuai dengan konteks dimana teks itu ditafsirkan.
Model ini oleh abide al jabiri dinamakan nalar burhani yang emusat kepada
pembaca dan memperhatikan realitas, karena teks merupakan cermin retak dari
realitas atau istilah hanafi “realitas mendahului pemikiran”.
Ketiga tipe tersebut
akan mempengaruhi model pemikiran mahasiswa dalam membaca teks keislaman yang
berwarna warni.
b). Metode Berfikir Kritis
Berpikir kritis
adalah upaya yang dilakukan dengan penuh kesadaran untuk mempertanyakan kembali
apapun yang dalam kehidupan manusia
telah dianggap mapan dan tak berubah. Bisa jadi berupa adat istiadat, etika,
pemahaman agama, pengetahuan dll.
Karena itu berpikir
kritis meniscayakan perlunya seperangkat metode atau pendekatan. Tanpa metode
dan pendekatan berpikir kritis akan menjadi suatu aktifitas yang tanpa arah,
dan tidak menghasilkan suatu pandangan atau pemahaman baru yang
mencerahkan.dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemahaman orang terhadap
sesuatu bergantung pada metode atau pendekatan apa yang ia gunakan. Sebutlah
misalnya kasus pluralitas pemahaman agama. Mengapa dalam tradisi keilmuan islam
banyak lahir tafsir al quran? Jawabnya adalah karena tidak ada satupun tafsir
al quran yang dapat di klaim sebagai suatu pemahamn al quran yang final, maka
tak heran, jika dalam khazanah keilmuan al quran banyak lahir tafsir-tafsir
seperti tafsir fiqh,tafsir sufi,tafsir adabi ijtima’i dll.
Selanjutnya dalam
bidang kajian fiqh, meskipun sumbernya sama-sama al quran dan al hadist, tapi ikhtilaf pemahaman tidak dapat
dihindari,sehingga tidak mengejutkan jika dalam pemikiran hukum islam lahir
beragam madzhab, yang mengakibatkan perbedaan paraktek-praktek ritual
keagamaan.
Dalam bidang teologi,
kita mengenal adanya teologi asy’ariyah dan teologi mu’tazilah. Adanya dua
aliran teologi ini, tidak bisa dilepaskan dari perbedaan metode atau pendekatan
yang digunakan dalam berteologi.
Contoh-contoh diatas
menunjukkan bahwa dalam tradisi keilmuan islam berpikir kritis adalah sesuatu
yang dijunjung tinggi, bukan sesuatu yang ditakuti. Tapi yang menjadi persoalan
muncul sebuah anggap bahwa apa yang telah dihasilkan oleh ulama terdahulu
sesuatu yang final karena itu harus di ikuti tanpa sikap kritis. Parahnya lagi
ada anggapan bahwa kemampuan intelektualitas ulama’ terdahulu tidak dapat
dilampaui oleh intelektual islam masa sekarang sehingga pemahaman ulang
terhadap doktrin keagamaan adalah tidak boleh dilakukan untuk tidak mengatakan
haram.
Di satu sisi, akibat
perbedaan pemahaman itu, kerap kali lahir suatu klaim kebenaran, yang tidak
jarang melahirkan anarkhi dan kekerasan. Suatu kelompok tertentu menklaim bahwa
pemahaman keagamaannya saja yang paling benar, sedangkan pemahaman keagamaan
lainnya salah. Karena itu yang berhak masuk surga adalah kelompoknya
saja,sedangkan kelompok lainnya tidak.
Vis a vis dengan kenyataan diatas, apa
yang harus anda lakukan sebagai mahasiswa?
MEMBANGUN NALAR
KRITIS MAHASISWA MENUJU IKLIM AKADEMIS
Manusia hidup tidak
terlepas dengan realitas yang terkadang secara tidak sadar manusia terperangkap
oleh sistem realitas itu sendiri. Pola pikir manusia secara otomatis dibentuk
oleh lingkungan realitas yang terjadi. Mahasiswa yang dipercaya sebagai agen
perubahan setidaknya memahami akan obyek yang ada dalam realitas. Untuk
mengadakan sebuah perubahan diperlukan nalar kritis untuk membangun konsep baru
yang lebih relevan dalam menghadapi sebuah realitas. Berpikir kritis sangat
dibutuhkan dalam pembacaan teks maupun konteks yang tidak pernah hilang dari
sisi manusia.
Hal yang sangat
disayangkan ketika mahasiswa hanya terrkonstruk oleh system yang ada tanpa
melakukan analisa secara sistematis untuk mengkritisi sebuah realitas yang
belum tentu membawa proses manusia pada pengenalan diri dan diluar diri.
Berpikir kritis merupakan langkah awal bagi manusia untuk mendapatkan
pengetahuan baru tanpa ada kontaminasi dari runtutan sejarah system yang
terjadi sebelumnya. Misalnya manusia yang terbelenggu dengan pemerintahan orde
baru yang mengharamkan adanya kebebasan berpendapat, memaksa manusia untuk
menjadi manusia yang patuh terhadap system pemerintahan tanpa memikirkan apakah
system tersebut membawa dampak yang sangat merugikan bagi rakyat Indonesia.
Semua itu tergantung Pilihan¹Dan Niat Masing Masing»¥c
0 komentar :
Posting Komentar